Langsung ke konten utama

Jurnal Aggy #1

Aggy melihat kuku tangannya, ia melihat kukunya sudah mulai panjang, tetapi dia enggan untuk segera memotongnya karena dia masih belum terganggu. Belum beranjak dari tempat tidurnya, dia butuh 5-10 menit lagi untuk berbaring-baring. Entahlah sudah sekitar sebulan ia menempati rumah baru orang tuanya di kota kecil tempat ia bersekolah, tetapi badannya masih pegal-pegal. Mungkin karena terbiasa menggunakan kasur kapuk, makanya dia agak belum terbiasa menggunakan spring bed. 
Apa ya yang akan kulakukan hari ini?, gumamnya. Sebenarnya tidak ada jadwal kuliah lagi sih, hanya waktu pengerjaan skripsi, tetapi program untuk bab 4 nya belum dia selesaikan. Entah butuh berapa lama lagi baginya untuk mengumpulkan inspirasi. Sepertinya waktu 3 trimester ini tidak ada hal produktif yang dikerjakannya. Sebenarnya apa sih yang akan kulakukan?, pikirnya. Mau sampai kapan aku menunda waktu dan pekerjaan ini? aku bingung tetapi aku tidak tau harus ngapain. Aggy diam dan menggerakkan tubuhnya terutama punggungnya karena pegal-pegal. 

Aggy suka menonton, membaca, masak, menulis dan berenang, itu adalah hal-hal yang ia ingin kerjakan untuk menghabiskan waktunya. Aggy adalah seorang pemudi labil, ia masih bingung dengan siapa dirinya dan tujuan hidupnya, hidupnya masih mengambang. Banyak target yang ingin dia kerjakan dan capai, tetapi tak satupun yang berjalan mulus. Hidup itu memang tidak semulus paha "JKT 4*". Dia merasa semua orang berubah begitu cepat, sedangkan dia seperti berjalan di tempat. Dia sangat suka mengingat-ingat masa lalunya padahal waktu terus berjalan. "Sepertinya aku harus maju dan tidak mengingat-ingat masa lalu lagi karena masa lalu pun tidak pernah mengingat-ingat diriku", bisiknya. "Ayo Aggy, maju, semangat, Tuhan Yesus bersamamu, ayo move on.", Aggy memberi semangat kepada dirinya sendiri. Terkadang ia berpikir, sudah sering dia memiliki motivasi-motivasi baik untuk dirinya sendiri tetapi tak satu langkah pun yang berhasil dia buat. Pernah melangkah 1 atau 2 kali, tapi itupun mundur lagi.

Aggy memutuskan untuk merenung dan menghadapi dirinya yang seperti ini. "Ini adalah waktu dan tantangan bagiku untuk berdamai dengan diriku sendiri", Aggy dalam doanya. Berdamai adalah bahasa yang tepat untuk menggambarkan betapa amat pentingnya berhenti menyaahkan diri sendiri terhadap masa lalu dan menjadi sahabat bagi diri sendiri dari konflik berkepanjangan. Sekarang dia tidak bisa mengandalkan apapun,  tidak bisa mengandalkan kawan, lawan, dosen, orang tua, dan hanya mengandakan Allah dan dirinya sendiri. Ini adalah private Fighting. Hidup memang akan selalu gagal, tetapi yang penting bukan berapa banyak gagal tetapi hitungah berapa banyak bangkit. Sepertinya quote tadi cukup popular di kalangan manusia jaman post modern ini.

Aggy menyadari dia selalu melihat ke masa lalu dan ia ingin belajar maju dan berdamai dengan dirinya sendiri demi masa depan. Sekarang ia mulai menatap kembali laptopnya dan mulai mengerjakan apa yang ada di depannya. Aggy yang hampir putus asa pun tetap memiliki harapan. Ia bertekad untuk melihat masa sekarang adalah anugerah. Ia hanya perlu percaya dan berharap, melakukan apa yang menjadi bagiannya dengan maksimal. Bukan harapan palsu yang mendorongnya tetapi harapan sejati.... Harapan sejati itu adalah...

Bersambung..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tidak Pernah Sama

 Hidup itu tidak pernah sama, miliaran orang di muka bumi ini memiliki jalan kehidupannya masing-masing. Memiliki pilihan masing-masing. Tidak pernah akan sama. Kenapa ya ketika melihat kehidupan orang lain, aku selalu merasa ingin merasakan menjadi seperti mereka. Setiap hari aku selalu bertanya di dalam kepala dan benakku, kenapa jalan hidupku seperti ini. Kenapa aku tidak bisa seperti orang-orang pada umumnya yang sepantaran usianya sepertiku. Di usiaku ini seharusnya aku sudah memiliki pekerjaan mapan, menikah, menyenangkan orang tua dan keluarga. Tetapi aku belum bisa. Terkadang aku merasa gagal, apa yang telah kulakukan selama ini? Kenapa jalan-jalan yang kupilih rasanya jauh dan lambat.  Kita seharusnya tidak membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain, kita harus bersyukur untuk apapun yang kita miliki. Ya aku setuju, tetapi kenapa ya aku selalu saja tergoda untuk memimpikan kehidupan orang lain. Andai saja aku seperti dia, andai saja aku memilih jalan seperti di...

Maafkan Aku, Diriku

Maafkan aku ya diriku, aku terlalu pengecut sehingga aku lebih memilih melarikan diri dan bersembunyi. Aku merasa sebuah proses begitu melelahkan, padahal aku membutuhkannya. Aku terlalu terlena mencari kenyamanan diri, sehingga aku lupa bahwa hidup tidak selalu indah seperti foto/video yang dishare di media sosial. Aku lupa bahwa hidup itu bukan media sosial. Aku terlalu sibuk merapikan yang di luar, aku lupa untuk mengasah apa yang ada di dalam. Maafkan aku ya diriku, aku lebih suka mendengar apa kata orang daripada apa yang benar untuk dilakukan sehingga aku membuatmu terombang-ambing. Membuatku terkurung pada pikiran-pikiran sempit dan berjalan pada lorong sempit yang dilewati oleh kebanyakan orang. aku lupa bahwa aku perlu keluar lorong untuk melihat langit dan padang rumput yang luas. Apa sebenarnya yang kucari? apa sebenarnya yang kuinginkan? apa yang benar-benar aku butuhkan? apa sebenarnya yang membuatku seolah terburu-buru dalam menjalani kehidupan. Tak pernah aku melihat tah...

[CERPEN] Cerdik Bukan Licik, Tulus Bukan Bulus.

Selain pandai menyimpan dendam, si Elam dikenal pandai menyimpan uang alias menabung dibandingkan anggota keluarga yang lain. Walau hidup susah, Elam selalu memegang erat ajaran gurunya bu Morela yaitu, “Hemat pangkal kaya”. Eh sebentar, nampaknya pepatah ini tidak asing dan sepertinya kurang lengkap. Oh iya, kalimat awalnya sengaja ia abaikan, mungkin karena kata “Kaya” lebih menarik perhatiannya. “Biarlah gak rajin belajar, yang penting pandai berhemat, lagian siapa yang tidak mau jadi kaya? Siapa yang mau hidup susah terus?”, pikirnya. Dia tidak benar-benar memahami pepatah itu seutuhnya, karena otaknya yang begitu cetek. Walaupun begitu, ia memang dikenal pandai berhemat bukan karena ia memiliki banyak uang untuk ditabung, tetapi karena hidup yang susah mengharuskan ia untuk hidup hemat, entah hemat atau kikir beda tipis seperti paman Gober. Tapi minimal ada hal positif yang dia teladani dari paman Gober yaitu hidup hemat, sehingga bisa menabung. Pertanyaannya adalah bagaimana ...