Salatiga, August 27 2013
Kata Mamah, dari kecil kakiku ini gak kuat untuk berdiri dan berjalan, sudah umurnya untuk berjalan, tetapi aku masih belum bisa berjalan dengan baik, baru berdiri sebentar langsung jatuh. Kata nenekku, mamah sering menangis ketika melihatku belajar berjalan. Entah nutrisi yang kurang menyebar ke seluruh tubuh atau kakiku memang kecil.
Sampai aku beranjak besar, tidak jarang aku sering terjatuh. Tetapi karena aku sudah sering terjatuh, maka rasa sakit itu tidak berasa. Aku sudah terbiasa. Bahkan sampai usiaku kepala 2 ini, aku beberapa kali tersandung dan terjatuh dengan pipi atau tubuh mencium aspal. Orang lain merasa kasian, tapi bagiku sudah biasa aku terjatuh.
Sejak SMP, aku membuktikan kepada diriku sendiri bahwa kakiku tidak selemah itu. Aku berlari keliling kota setiap sore 3 kali seminggu, dan hasilnya aku mendapat juara 1 tingkat daerah sebagai pelari 400 meter (ini nyata, ada sertifikatnya loh xixixi). Tetapi sekali lagi itu bertujuan untuk menunjukan pada kakiku bahwa dia tidak selemah itu. Aku mendaki gunung, aku berenang beberapa putaran, aku berjalan kaki dengan jarak yang cukup jauh, aku treadmil, aku menemani mamah keliling pasar (ASLI, .mending lari santai keliling kota daripada nemenin emak-emak di pasar).
Kuakui, Aku cukup keras kepala, aku akan membuktikan dengan cara apapun bahwa aku bisa menghadapi tantangan apapun, bahkan jika ada yang belum beres, aku akan sangat penasaran untuk mencari tau solusinya. Tetapi keras kepala ini ternyata hanya menutupi sebuah kelemahan yang teramattttt Besarrrr.... kelemahan yang mengerikan. Akupun baru menyadarinya sekarang. Kelemahan yang lebih buas daripada kakiku yang lemah. Kelemahan yang melumpuhkan otakku bahkan ototku. Kelemahan yang tak bisa hanya dilawan dengan perlakuan secara fisik, yaitu dengan berlari keliling kota ataupun mendaki gunung. Kelemahan apa itu? Hanya jiwaku dan Tuhan saja yang tahu karena yang bisa mengatasi itu hanya Tuhan dan diriku.
Komentar
Posting Komentar